Selasa, 24 September 2013
Pukul 07.00 WIT
kami berempat di dampingi pengawas berangkat ke kampung Bulangkop distrik Okaom
naik angkutan Strada (orang – orang disini menyebutnya TAXI). Perjalanan kami di temani oleh kabut yang tebal. Dalam
perjalan kami melewati jembatan – jembatan kayu yang sudah lapuk. Ngeri rasanya
melewati jembatan itu menggunakan taxi. Perjalanan menuju ke Bulangkop
berlangsung sekitar 30 menit. Kami berhenti di jembatan yang sudah longsor dan
tentunya tidak bisa dilewati oleh Taxi. Siswa pun datang menjemput kami.
Bertemu
dengan siswa SMP di tanah Papua rasanya “sesuatu”. Tertegun rasanya melihat
seorang siswa berpakaian seragam putih biru yang wajahnya sudah tidak seperti
anak – anak lagi langsung menyambut kami. Senang rasanya bertemu dengan mereka.
Dalam hati saya bertekad untuk berbagi ilmu dan pengalaman dengan mereka.
Belajar memang tidak mengenal usia, yang penting ada kemauan pasti ada jalan.
Berjalan
kaki menuju kampung Bulangkop dari Jembatan yang longsor memakan waktu sekitar
30 menit juga. Barang – barang kami dibawa oleh siswa. Kami hanya membawa tas
ransel saja. Jam 10.00 WIT dilakukan
serah terima dari pengawas ke kepala sekolah SD dan SMP. Jam 11. 00 WIT siswa
ditugaskan kerja bakti membuat MCK di rumah yang akan kita tempati. Rumah ini
belum selesai dibuat, di dalamnya masih
berantakan dengan barang – barang tukang. Siswa putri membersihkan dalam rumah.
Jarak rumah
dinas dengan sekolah sekitar 50 meter. Posisi rumahnya seperti mau longsor. Takut juga menempati rumah ini. Tetangga jauh, tidak ada lampu, air juga tidak ada. Hari yang benar – benar susah. Sore hari kami mencari air untuk memasak. Kami jalan kaki mencari air, dalam perjalanan kami bertemu dengan guru SMP dan diberitahu dimana air bisa didapatkan. Kami dibuatkan tempat memasak sementara dari batu. Kayu di ambil dari kayu sisa bangunan di bawah rumah. Hari pertama menyalakan kayu bakar susah rasanya. Kami membutuhkan kertas dan plastik yang banyak. Menu makan malam hari pertama yaitu nasi dan mie instan. Kami juga membuat teh untuk menghangatkan diri ditemani seberkas cahaya lilin malam itu. Sangat bersyukur rasanya lahir dan tinggal di Jawa. Di tempat ini bisa menjadi tempat renungan bagi saya khususnya. Apa yang sudah saya miliki sudah sepatutnya saya syukuri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar